Dari Program Hari Tanpa TV
Tata Danamihardja
Sulit..sulit memang! Program yang hebat ini kurang terekspos, apalagi di kampung seperti tempat tinggalku. Sama seperti aksi-aksi non politis lainnya. Sebut saja Hari Tanpa Tembakau misalnya. Orang tetep ngerokok.
Dan pas Hari Tanpa TV, di sekitarku ternyata tak ada yang berbeda dibanding hari-hari biasa. Pak Kades tetep nonton TV. Pak Camat juga. Maka, masak sih Mang Amat yang rakyat biasa nggak nonton TV?
Ada beberapa alasan yang menyebabkan mereka 'cuek bebek' seperti itu.
1. Nggak tahu
Ini sangat wajar, mengingat sosialisasinya hanya menyentuh kalangan tertentu. Mereka yang punya akses ke internet misalnya. Sementara mayoritas orang Indonesia lainnya terabaikan. Apalagi jika sosialisasinya tidak didukung media. Padahal sasaran terpenting seharusnya justru masyarakat kalangan bawah, dikaitkan dengan minimnya informasi yang seharusnya menjadi hak mereka untuk mendapatkannya.
2. Nggak ada pilihan
Saya sendiri atas nama pribadi selama kurang lebih dua mingguan terus mengkomunikasikan masalah ini setiap kali siaran di sebuah radio kecil di pelosok. Tapi jangan tanya soal hasilnya. Banyak yang memang tidak punya pilihan untuk sekedar mendapatkan hiburan, selain nonton TV.
3. Nggak ada contoh dari 'atas'
Fakta bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang menganut budaya patron, masih sangat kental. Coba kalau Pak Camat ikut kampanye. Coba kalau Bupati. Coba kalau gubernur. Coba kalau Presiden yang ngasih contoh. Pendekatan melalui aspek kultural dan psikologis terhadap mereka agaknya sangat perlu dipertimbangkan.
4. Nggak mau peduli
Ini barangkali bisa dianggap semacam 'kesombongan' kalangan tertentu. Mereka tahu, mereka bisa akses informasi, tapi karena berbagai alasan, mereka tidak mengikuti anjuran. Ada yang karena nggak mau diatur-atur, ada juga yang merasa bahwa itu bukan urusannya.
Melihat beberapa fakta tadi, ada beberapa hal yang barangkali bisa menjadi masukan:
- Sosialisasi yang menyentuh banyak kalangan. Semakin banyak cara yang digunakan untuk menyampaikan informasi, semakin banyak kalangan yang bisa mengaksesnya. Internet, koran, majalah, pamflet/flyers, kerjasama dengan radio dsb. Butuh biaya yang tidak sedikit tentu, apalagi untuk menjangkau sampai ke pelosok. Tapi rasanya bisa disiasati dengan melakukan kerjasama.
- Bekerjasama dengan berbagai kalangan secara lintas sektoral dalam memikirkan alternatif pengganti 'candu' televisi, khususnya bagi kalangan bawah yang memiliki banyak keterbatasan untuk mencari sendiri alternatif hiburan non televisi.
- Sosialisasi yang terus menerus bisa dilakukan secara formal mau pun informal, baik secara institusional maupun oleh individu-individu yang punya kepedulian. Artinya bukan cuma menjelang 'hari H', melainkan sepanjang tahun, setiap saat.
- Terus menerus melempar wacana yang berkaitan dengan masalah ini ke ruang publik. Efeknya diharapkan seperti ketika kita mendengar iklan yang terus menerus ditayangkan, maka lama-lama iklan tersebut akan tertanam di benak orang. Selain itu, dengan melempar wacana secara terus menerus, diharapkan akan muncul efek domino, sehingga isu tersebut terus bergulir dengan sendirinya.
Ini hanya pikiran orang biasa, pasti sangat tidak ilmiah. Tapi mudah-mudahan, semangatnyalah yang bisa ditangkap.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home