HAPUSKAN PEMBAJAKAN, LANGKAH SIA-SIA?
Oleh: Tata  Danamihardja
 
Dulu, jika mendengar kata pembajak, yang terbayang di kepala adalah sosok tinggi besar, mengenakan tutup mata sebelah, ikat kepala, dan sebelah tangannya (kiri atau kanan) mengenakan semacam kait besi sebagai pengganti tangan dan jari, mulai dari pergelangan tangan. Bajak laut. Belakangan, konotasi yang berkaitan dengan kata pembajak berubah. Sosoknya sendiri tidak pernah jelas, karena yang terbayang adalah hasil kerja mereka berupa onggokan kaset, CD, VCD, MP3, yang merupakan hasil karya para pembajak.
 Dulu, jika mendengar kata pembajak, yang terbayang di kepala adalah sosok tinggi besar, mengenakan tutup mata sebelah, ikat kepala, dan sebelah tangannya (kiri atau kanan) mengenakan semacam kait besi sebagai pengganti tangan dan jari, mulai dari pergelangan tangan. Bajak laut. Belakangan, konotasi yang berkaitan dengan kata pembajak berubah. Sosoknya sendiri tidak pernah jelas, karena yang terbayang adalah hasil kerja mereka berupa onggokan kaset, CD, VCD, MP3, yang merupakan hasil karya para pembajak.
Sasaran pembajak jenis ini bukan lagi  kapal-kapal dagang yang mengarungi samudera lepas, melainkan hasil karya seni  maupun intelektual yang dicomot dan digandakan  sekaligus diperdagangkan tanpa seijin pemiliknya. Barang-barang bajakan ini  dijual dengan harga yang jauh lebih murah  dibanding barang yang asli, karena para pembajak tidak perlu membayar pajak dan  royalti. Biaya produksi yang dikeluarkan hanyalah  biaya penggandaan yang amat sangat murah dibanding keuntungan yang mereka  peroleh. Akibatnya harga jual barang bajakan jauh  lebih murah dibanding harga barang-barang aslinya, sehingga wajar jika  banyak orang yang lebih memilih untuk membeli  barang bajakan. Apalagi dengan semakin berkembangnya teknologi, seringkali  kualitas barang bajakan juga tidak jelek-jelek  amat dibanding barang aslinya. Itulah sebabnya, tindakan para pembajak ini  mendapat tentangan keras dari pihak-pihak yang  merasa dirugikan.
 Apa saja yang bisa dibajak? Biasanya  yang dibajak bukan berupa benda yang digunakan secara fisik seperti peralatan,  uang atau yang lainnya, karena istilah untuk itu  bukan pembajakan, melainkan pemalsuan. Pembajakan biasanya dilakukan terhadap  karya-karya intelektual yang dibutuhkan banyak  orang. Karya intelektual itu bisa berupa karya seni atau juga karya ilmiah.  Buku, lagu (dalam hal ini bisa berupa kaset, CD,  VCD dll), film (bisa berupa VCD, LD, DVD), software komputer, dll. Semua itu  adalah karya-karya intelektual yang bisa dibajak.  Sementara benda yang digunakan sebagai medianya sendiri (kertas, keping CD dll)  adalah barang-barang legal.
 Konon terdapat banyak alasan yang  menyebabkan orang (Indonesia) membajak dan barang hasil bajakannya dibeli orang.  Paling tidak, ini yang terlintas di kepala saya  ketika menulis artikel ini:
 -    Masih rendahnya tingkat kesejahteraan hidup rata-rata orang Indonesia, baik penjual maupun pemakai.
 Barang-barang yang dibajak biasanya benda yang merupakan kebutuhan sekunder. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan barang-barang yang original merupakan kemewahan bagi kebanyakan orang, karena harganya mahal. Otomatis, mereka mencari barang bajakan yang harganya jauh lebih murah. Makanya, di satu sisi, adanya barang bajakan ini merupakan simbiosis mutualisma antara pembeli dan penjual. Jujur saja, pengolah kata yang saya pakai juga bajakan. Kalau mesti beli yang original, mana saya mampu? Dan justru ini yang dimanfaatkan oleh para pemilik modal untuk menanamkan uangnya di bisnis pembajakan dengan cara memproduksi barang-barang bajakan dalam jumlah besar. Mereka tahu persis bahwa mereka tak akan pernah kehilangan pasar di Indonesia.
-    Pemerintah terlalu terfokus pada upaya memerangi pembajakan berdasarkan pada gejala yang muncul ke permukaan saja, misalnya dengan merazia para pedagang eceran. Padahal mereka sesungguhnya hanya menumpang hidup kepada para pemodal besar bisnis bajakan yang ada di belakang mereka. Sementara, para bos yang memodali pembajakan dalam skala besar tidak pernah disentuh. Ini persis seperti merazia pengecer minuman keras dan menghancurkan barang hasil razia, sementara pabrik minuman kerasnya sendiri tidak ditutup dan tetap beroperasi.
-    Selain itu, akar permasalahan yang sesungguhnya, yakni tingkat kesejahteraan masyarakat yang masih sangat rendah, justru terabaikan. Selama akarnya ini tidak diperbaiki, maka cita-cita menghapuskan pembajakan dari bumi Indonesia akan tetap menjadi sebuah utopia.
-    Mentalitas aparat, mulai dari tingkat atas hingga yang paling bawah, juga berperan penting dalam hal ini. Selama masih terjadi kongkalingkong, sogok, suap dan lain lain, masalah ini tidak akan pernah selesai dan akan terus berputar seperti lingkaran setan.
Tentu saja sesungguhnya masih banyak  lagi hal-hal yang menyebabkan maraknya pembajakan di Indonesia, karena hal itu  juga berkaitan erat dengan masalah pendekatan  budaya, moralitas, agama dan lain-lain. Tapi paling tidak, beberapa hal yang  saya sebutkan tadi bisa menjadi titik awal untuk  memahami sulitnya memberantas, atau minimal mengurangi, pembajakan di tanah air.  
 Yang seringkali terjadi saat ini, ada  kesan seolah-olah semuanya merupakan kesalahan pembeli dan penjual barang  bajakan. Tanpa bermaksud membela, adilkah jika  semua kesalahan ditimpakan ke pundak mereka? Tidakkah pemerintah juga memiliki  andil dalam hal ini? Kalau saja pemerintah sudah  berhasil menyejahterakan rakyatnya, mungkin kejadiannya tidak akan separah  ini. Kalau saja korupsi tidak merajalela, mungkin  uang yang dikorup bisa digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.  Kalau saja...
 Yang terpenting adalah bagaimana  upaya menghapuskan pembajakan ini dilakukan secara komprehensif dan tidak  parsial seperti sekarang ini. Upaya yang  dilakukan secara parsial hanya akan menghasilkan sesuatu yang semu, tanpa  menyelesaikan permasalahan yang sebenarnya.  Program peningkatan kesejahteraan, kampanye pemahaman akan hak-hak intelektual,  perluasan kesempatan kerja dll., harus dilakukan  secara sinergis, sehingga bisa mencapai - atau paling tidak, mendekati  - sasaran yang diinginkan: meminimalkan  pembajakan sekaligus meningkatkan kesejahteraan rakyat. 
 Panjalu, 13 Juli  2006
    
    
 
	




0 Comments:
Post a Comment
<< Home