BUKA MULUT: Karl May

Close

 

Jangan Lupa

DAFTAR AGLOCO DI SINI!

Download Gratis!

FREE AGLOCO EBOOK di SINI!

November 19, 2006

Karl May

Anda pernah membaca kisah petualangan yang salah satu tokohnya adalah Old Shatterhand? Atau Winnetou? Nah, itu adalah karya Karl May, yang sama sekali tidak ada pertalian darah dengan Brian May, sang gitaris kelompok Queen.
 
Buka MulutSaya pertamakali berkenalan dengan karya Karl May waktu saya masih SD. Di rumah, ayah saya kebetulan membuka taman bacaan, dan diantara salah satu koleksinya adalah buku berjudul Radja Minjak, terbitan Pradnja Paramitha. Meski pun bacanya langsung jilid 2 (jilid satunya dipinjam dan tidak pernah dikembalikan), saya menikmati cerita itu. Dan kenikmatan membaca karya-karya Karl May berlanjut ke judul-judul lainnya semacam Winnetou Ketua Suku Apache, Di Pelosok-Pelosok Balkan, Mustang Hitam, Di Negeri Skiptar dan lain-lain.
 
Di rumah, kalau kebetulan ngumpul dengan kakak-kakak saya, kadang-kadang dialog dalam buku-buku ini dijadikan bumbu percakapan. Misalnya, ketika saya tidak punya rokok saya berkata, "Sudikah saudara saya orang kulit putih mengisap pipa peramaian berama-sama dengan saya?" Apa jawabnya? "Baiklah, saudara saya kulit merah boleh mengisap pipa perdamaian bersama-sama, tapi cukup satu batang saja, karena jika lebih dari itu, saya akan merampas totem saudara saya orang kulit merah sehingga tidak bisa bergabung dengan sesama sukunya di padang perburuan abadi". Maka setelah 'upacara' itu rokok gratis pun keluar dari saku baju kakak saya, tentu tanpa perlu menghembuskan asap rokok ke atas, ke bawah, dan ke empat penjuru angin. 
 
Karl May yang terlahir dengan nama Carl Friedrich May adalah seorang pengarang kelahiran Saxonian, Jerman, tahun 1842, yang cukup kontroversial. Selain karya-karyanya yang diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa - termasuk Bahasa Indonesia, Karl May secara pribadi juga cukup memancing kontroversi. Meski dalam setiap pengantar bukunya Karl May selalu digambarkan sebagai seorang yang terpelajar dan benar-benar pernah mengembara ke tempat-tempat yang diceritakan di dalam bukunya, namun sebuah artikel di majalah Intisari mengungkapkan bahwa Karl May beberapa kali terlibat kasus kriminal (penipuan) dan bahkan pernah dipenjara. Namun justru di penjara itulah, Karl May yang terkenal suka berkhayal itu, konon mengembangkan bakat berkhayalnya dengan menulis cerita-cerita petualangan.
 
Bahkan sebuah artikel lain di Majalah Tempo mengungkapkan, Karl May sesungguhnya tidak pernah berkunjung ke tempat-tempat yang menjadi setting kisah-kisah petualangannya. Ia cuma mengandalkan berbagai literatur dan peta, sebagai buah dari kegemarannya membaca. Namun jika kita membaca karya-karyanya, kita seolah-olah dibawa berpetualang dan berkelana ke tempat-tempat yang digunakannya sebagai latar belakang ceritanya, berkat kepiawaiannya bertutur. Meski demikian, May tak luput dari kesalahan. Ini ditemukan saat ia mencampuradukkan istilah "haji" dan "umroh". Juga dalam kata "Giaour" yang menurutnya berarti "kafir" untuk merujuk orang yang tak beriman atau bukan muslim. Sayangnya, setelah diruntut asal muasalnya, kata itu berasal dari Turki yang banyak diucapkan orang Arab. Ada lagi misalnya istilah yang diucapkan Hadschi Halef Omar untuk menyebut Effendi-nya sebagai Sihdi, padahal seharusnya Sayyid.
 
Penguasaan geografis memang menjadi kelebihan Karl May, kendati sebagian besar ia hanya mempelajarinya lewat literatur. Selebihnya, May hanya mengandalkan imajinasinya. Pendekatan ini lebih banyak dilakukan May saat ia menulis Seri Timur. Ia banyak mengambil dari catatan perjalanan para penjelajah, yang terutama memasuki wilayah Kurdistan. Selain itu, May mempunyai ratusan referensi berasal dari jurnal harian, mingguan, dan bulanan. Tak lupa, May mempelajari Al Quran dan belajar membaca huruf Arab dan Turki. Pengetahuannya yang luas tentang dunia Islam ditemukan May dari tulisan-tulsian Barth, Petermann, dan C Snouk Hurgronje.
 
Buat saya pribadi, yang cukup mengganggu adalah penggambaran tokoh-tokoh beragama Islam dalam seri Balkan dan Asia. Di situ digambarkan betapa misalnya Halef Omar yang muslim begitu memuja Sihdi-nya yang Kristen, sampai-sampai beberapa kali ia mengucapkan bersedia mengorbankan nyawanya untuk sang Sihdi ini. Penggambaran seperti ini memang tidak lepas dari pemahaman yang berkembang pada masa itu, yang menggambarkan Islam sebagai pihak yang inferior, bodoh dan terbelakang.
 
Terlepas dari segala kontroversi dan berbagai kekurangan dalam karya-karyanya, Karl May yang meninggal 2 Maret 1912 ini tetap merupakan seorang penulis cerita petualangan jempolan. Penggambarannya yang rinci dan memikat sering secara tak sadar membawa imajinasi saya untuk ikut bertualang, menggunakan tinju yang sekali pukul bisa membuat orang pingsan, dan juga menembakkan bedil perak ataupun bedil pembunuh beruang yang berat milik Old Shatterhand. Buku-buku Karl May tetap dibaca orang hingga saat ini, bahkan masih terus diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia.
 
Tata Danamihardja, ketua suku Buka Mulut sudah berbicara. Howgh!

Tags: , ,  
 
SundaBlog


Saatnya mendapatkan hak kita. Surfing dibayar. Referring temen juga dibayar. Daftar GRATIS! Di Agloco, nggak ada biaya tersembunyi. 100% GRATIS!!

0 Comments:

Post a Comment

<< Home