BUKA MULUT: Malangnya Nasib Konsumen Indonesia

Close

 

Jangan Lupa

DAFTAR AGLOCO DI SINI!

Download Gratis!

FREE AGLOCO EBOOK di SINI!

September 13, 2006

Malangnya Nasib Konsumen Indonesia

Tidak bisa disangkal bahwa selama ini konsumen di Indonesia selalu berada di pihak yang lemah, dan seringkali tidak memiliki posisi tawar (bargaining position) sama sekali. Dieksploitasi demi keuntungan sebesar-besarnya, sementara hak-haknya justru dikebiri.
 
Semua itu bisa terjadi karena banyak sebab. Salah satu diantaranya adalah tidak adanya niat baik dari kalangan pengusaha atau produsen. Dan perilaku seperti itu bukan cuma milik perusahaan kecil dan menengah. Perusahaan besar seperti TELKOM misalnya, seringkali melakukan hal yang sama, meski bentuknya bisa saja berbeda.
 
Saya yang tinggal di sebuah kota kecil, sejak sekitar tahun 90-an akhir saya menjadi pelanggan TELKOM, telepon rumah yang menggunakan teknologi WLL. Tidak menggunakan kabel, melainkan via satelit, karena belum tersedia sambungan kabel. Telepon jenis ini menggunakan daya dari rumah konsumen, melalui alat penyimpan daya (semacam batere isi ulang), sehingga jika mati lampu, telepon masih bisa berfungsi selama beberapa saat. Celakanya, kinerja PLN di kampung tidak seperti di kota. Listrik sering mati, bahkan kalau sedang kumat bisa sampai 10 kali dalam sehari. Dan itu pun tanpa pemberitahuan sama sekali.
 
Suatu ketika, kurang lebih dua tahunan yang lalu, puluhan antena telepon produk TELKOM ini tersambar petir. Akibatnya, alat penyimpan daya (batere isi ulang, ini istilah saya saja) rusak dan tidak berfungsi. Cepat tanggap, petugas TELKOM segera mendatangi rumah-rumah dan mengganti alat tersebut dengan yang baru. Bisa ditebak, mereka menggantinya dengan alat BEKAS, dan luar biasanya: TIDAK BERFUNGSI!! Jadi ketika listrik mati, telepon langsung putus. Entah ini permainan oknum karyawan TELKOM, entah ini kebijakan TELKOM secara institusi.
 
Belakangan, sekitar 2 bulan yang lalu, ada pemasangan telepon baru. Kali ini telepon kabel. Satu fakta lagi terungkap. Selama ini hak saya untuk bisa mengakses internet dengan kecepatan wajar telah direnggut. Dengan WLL kecepatan akses menggunakan modem dial-up 56 Kb, hanya berkisar antara 12 hingga 14 Kb per detik. Setelah menggunakan telepon kabel, kecepatan akses mendekati normal, berkisar antara 53 hingga 56 Kb per detik. Jika dihitung, berapa kerugian yang saya alami selama sekian tahun menjadi pelanggan? Jumlahnya akan sangat besar! Apalagi jika kerugian semua pelanggan yang mengalami hal yang sama dihitung juga.
 
***
 
Pernahkah Anda belanja di suatu toko, dan di nota pembelian yang Anda terima tertulis: "Barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan" ? Ini kita angggap sesuatu yang biasa, dan jika ternyata sesampai di rumah barang yang kita beli ternyata cacat, kita tidak bisa apa-apa, karena merasa sudah "terikat" secara hukum dengan pernyatan di nota pembelian itu. Padahal, pancantuman pernyataan seperti itu pada nota pembelian, adalah sebuah tindakan KRIMINAL! Nggak percaya? Silakan tanya ahli hukum yang benar-benar ngerti hukum. Dan penjual yang membuat pernyataan seperti itu pada nota pembelian, bisa dituntut secara pidana, karena tindakannya jelas-jelas merugikan dan tidak menghargai hak-hak konsumen.
 
Di salah satu stasiun televisi, KH. Toto Tasmara, seorang ustadz, bercerita tentang pengalamannya berbelanja di Amerika. Alkisah, dia membeli barang di sebuah toko. Transaksi terjadi, barang dibawa ke rumah. Belakangan ternyata ada salah seorang pembeli yang melaporkan ke toko tersebut bahwa barang yang dibelinya ternyata cacat. Tokonya sendiri baru mengetahui hal itu dari si pelapor. Apa yang dilakukan toko tersebut? Pihaknya menelusuri satu persatu data orang-orang yang membeli produk itu. Didapatlah data bahwa ada 40 orang yang diperkirakan cacat itu. Maka diteleponlah satu per satu ke 40 orang itu dan diminta mengembalikan barang yang sudah dibelinya, dengan penggantian 2 kali lipat dari harga barang tersebut. Padahal ternyata juga dari ke 40 barang yang sudah dibeli itu, hanya satu yang cacat, yakni barang yang dibeli oleh si pelapor. Meski demikian, toko itu tetap mengganti semuanya, sebagai penebus keteledoran dan ketidaktelitian mereka sehingga ada barang cacat yang lolos dari pengawasan mereka.
 
Sungguh bertolak belakang dengan apa yang terjadi di kita. Penjual biasanya merasa sangat beruntung kalau berhasil menjual barang yang sebenarnya cacat. Ini adalah cara berpikir yang sangat cupet dan sempit. Mereka, para penjual itu, nekat mempertaruhkan nama baik bisnis mereka untuk keuntungan sesaat. Yang lebih esenial adalah, konsumen belum mendapatkan hak-hak mereka untuk mendapatkan yang terbaik. Hingga saat ini, konsumen masih menjadi objek dari hegemoni produsen/pedagang.
 
***
 
Di supermarket, seringkali kita melihat harga barang yang ditulis dengan dua digit di belakang koma. Misalnya, Rp. 29.975. Dengan kata lain harganya adalah Rp. 30.000 kurang Rp. 25. Padahal uang pecahan Rp. 25 ini sudah nggak ada. Apa yang terjadi ketika kita membayar dengan uang sebesar Rp. 30.000? Kasir ngasih kembalian dengan PERMEN! Dan itu tanpa basa-basi sedikit pun. Padahal kita tahu, proses jual beli yang sah adalah ketika hal itu dilakukan dengan menggunakan alat pembayaran yang sah, yakni uang. Apakah permen sudah naik derajatnya menjadi alat pembayran yang sah di Indonesia? Padahal saya yakin, jika kita belanja ke toko yang bersangkutan lalu membayar dengan permen seharga barang yang kita beli, dijamin mereka akan menolak. 
 
***
 
Yang saya kemukakan tadi hanya beberapa contoh dari bentuk-bentuk pelecehan hak-hak konsumen yang selama ini sering terjadi di Indonesia. Pertanyaan saya, kapan mereka akan INSYAF? Kapan konsumen di Indonesia akan memperoleh hak-hak mereka secara wajar? Ini semua tidak akan pernah terwujud selama penguatan posisi konsumen tidak diperjuangkan. Diperlukan kesadaran dari semua pihak untuk memperbaiki semua itu, agar tercipta kesetaraan antara produsen/penjual dan konsumen. Memang semua itu butuh waktu. Tapi kalau tidak dimulai sekarang, mau kapan lagi?


Saatnya mendapatkan hak kita. Surfing dibayar. Referring temen juga dibayar. Daftar GRATIS! Di Agloco, nggak ada biaya tersembunyi. 100% GRATIS!!

0 Comments:

Post a Comment

<< Home