BUKA MULUT: Berburu Kebahagiaan

Close

 

Jangan Lupa

DAFTAR AGLOCO DI SINI!

Download Gratis!

FREE AGLOCO EBOOK di SINI!

January 26, 2007

Berburu Kebahagiaan

Mencermati banyaknya kejadian di sekitar kita, pernahkah Anda suatu saat bertanya-tanya di dalam hati? Orang bekerja banting tulang, pergi pagi pulang petang atau bahkan larut malam. Manusia yang selalu merasa serba kurang, berusaha untuk memenuhi hasrat atau hawa nafsunya dengan berbagai macam cara. Kalau cara halal masih dirasa belum mampu meredam keinginannya, maka cara-cara haram - mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling kotor pun ditempuh. Mencuri, merampok, pungli, korupsi, semua dilakukan demi memuaskan hasratnya untuk melampiaskan kecintaan mereka akan dunia. Pertanyaannya adalah, apa yang sesungguhnya paling dicari oleh milyaran manusia yang ada di seluruh muka bumi ini?
 
Jawabannya pasti bermacam-macam. Ada yang ingin kaya. Ada yang bosan miskin. Ada yang ingin dihormati dengan banyak harta. Dan tentu masih banyak lagi jawaban-jawaban lain, lengkap dengan alasannya masing-masing. Namun jika didesak terus dengan pertanyaan-pertanyaan lanjutan, maka semua jawaban itu pada akhirnya akan mengerucut pada satu jawaban tunggal: mereka - termasuk kita - ujung-ujungnya ingin bahagia. Disadari atau tidak, ini yang sesungguhnya dicari-cari oleh siapa pun. Orang berharap akan mendapatkan kebahagiaan dengan kekayaannya, dengan kedudukannya, dengan popularitasnya, dsb.
 
Lalu apakah setelah semuanya tercapai (kaya, terhormat, populer) maka kebahagiaan itu otomatis akan mendatangi kita? Sayang sekali, pengalaman empiris kita membuktikan bahwa kebahagiaan, kedudukan, mau pun popularitas ternyata tidak selalu identik dengan kebahagiaan. Berapa banyak orang kaya yang hidupnya malah tersiksa gara-gara memikirkan kekayaannya. Tetangga saya, yang dulu pernah berjaya menjadi pemilik puluhan bus antar kota, meninggal dalam keadaan menyedihkan, hilang ingatan ketika kekayaannya ludes gara-gara bisnisnya merugi akibat direcoki dan bahkan diperebutkan anak dan menantunya. Ada pula orang yang menjadi stress ketika kedudukannya tiba-tiba direnggutkan pada saat dia sedang menikmatinya sepenuh hati.
 
Atau lihatlah anak-anak dari keluarga pejabat yang sehari-harinya bergelimang uang. Saking bingungnya soal bagaimana membelanjakan uang yang seolah-olah mata air yang tak pernah surut, banyak diantara mereka yang malah terjerumus menjadi pengguna narkoba. Atau punya anak di mana-mana sebagai hasil hubungan gelap alias hasil berzina. Semuanya menduga bahwa dengan cara-cara yang mereka tempuh, maka kebahagiaan akan bisa mereka dapatkan.
 
Padahal, kata orang-orang bijak, kebahagiaan itu tidak perlu dicari kemana-mana. Kebahagiaan itu tidak selalu identik dengan pemenuhan segala keinginan kita yang tidak pernah ada batasnya. Kebahagiaan itu ada di dalam hati kita masing-masing. Karena itu, sering-seringlah menengok hati kita. Siapa tahu kita sudah terlalu lama tidak mempergunakan hati kita sebagaimana mestinya. Siapa tahu hati kita sudah mulai mengeras gara-gara jarang dipergunakan.
 
Tidak selalu harus kaya untuk menjadi bahagia. Seberat apa pun hidup yang kita jalani, selama hati kita berlapang dada menerima jatah rejeki kita, maka hati kita akan tetap merasakan ketenangan dan kebahagiaan. Bukan tidak boleh berusaha kaya, tetapi jangan sampai terobsesi oleh keinginan untuk menjadi kaya. Lakukanlah segala sesuatu secara proporsional, jangan berlebih-lebihan.
 
Sebaliknya, sekaya apa pun seseorang, jika yang bersangkutan tidak bisa memelihara dan mengendalikan hatinya agar tetap bersih, maka kebahagiaan yang diidam-idamkannya tidak akan pernah terwujud. Berpandangan optimis adalah salah satu cara untuk menjaga dan mengendalikan hati kita agar tetap merasa bahagia.
 
Ada satu cara yang bagus untuk berlatih menggunakan pandangan optimis dalam menjalani hidup ini. Jika Anda memiliki gelas berisi air setengahnya, jangan sekali-sekali mengatakan, "Aduh, air di gelas saya tinggal setengah!". Lupakan ungkapan yang bernada cemas tersebut. Gantilah dengan ucapan yang lebih optimistik, "Wah, saya masih punya air setengah gelas lagi." Selalu pergunakan sudut pandang positif dalam melihat semua persoalan yang kita hadapi.
 
***
 
Beberapa hari yang lalu, saya lagi-lagi mendapatkan pelajaran berharga dari hal sederhana yang saya temui. Kalau Anda pergi ke Taman Safari, pasti Anda ketemu dengan petugas yang menuntun unta tunggang yang disewa pengunjung. Ada dua orang yang saya lihat, dan dua-duanya ternyata memiliki sifat yang bertolak belakang. Paling tidak, itu gambaran atau kesan yang saya tangkap. Yang satu kelihatan mukanya kusut, dan jarang tersenyum. Kalau pun tersenyum, kesannya terpaksa, hanya karena tuntutan pekerjaan. Sementara yang satunya lagi mukanya terlihat ceria. Selalu tersenyum, bahkan terus bersiul-siul sambil sesekali membelai unta yang dituntunnya. Dan tahukah Anda bahwa menurut para ahli kejiwaan, orang yang bersenang hati itu memancarkan aura positif kepada siapa pun yang ada di sekitarnya. Yang saya rasakan, memang saya merasa nyaman melihat bapak yang satu ini. Beda dengan ketika saya melihat petugas yang satu lagi. Jadi terbawa suasana muram yang terpancar dari wajahnya.
 
Di sinilah rahasia kebahagiaan itu saya temukan dalam contoh yang sangat sederhana, yang terjangkau oleh kapasitas daya pikir yang saya miliki. Kedua orang itu pekerjaannya sama, berarti bebannya sama. Dan saya perkirakan gajinya juga sama, atau paling tidak jauh beda. Kenapa sikapnya bisa berbeda? Justru di situlah kuncinya. Kebahagiaan itu memang ada di hati. Tergantung apakah kita bisa mengendalikannya atau tidak.
 
Terimakasih Tuhan. Hari ini Engkau kembali mengajariku rahasia hidup.
 
 


Saatnya mendapatkan hak kita. Surfing dibayar. Referring temen juga dibayar. Daftar GRATIS! Di Agloco, nggak ada biaya tersembunyi. 100% GRATIS!!

0 Comments:

Post a Comment

<< Home