BUKA MULUT: Himasid

Close

 

Jangan Lupa

DAFTAR AGLOCO DI SINI!

Download Gratis!

FREE AGLOCO EBOOK di SINI!

January 26, 2007

Himasid

Himasid. Mahluk apa pula itu? Tak ada yang istimewa dari kata itu. Dan memang tidak ada sesuatu yang luar biasa. Himasid hanyalah sebuah komunitas internal waktu saya 'nyantri' di sebuah PTN di Bandung. Jadi jangan heran kalau Anda tidak mengenalnya. Keterlibatan saya di situ pun hanya sebatas jadi 'penggembira'. Meski demikian, kata itu juga menyisakan banyak kenang-kenangan (kalau boleh disebut demikian), dan menjadi bagian dari perjalanan hidup seorang laki-laki yang gagal menjadi kebanggaan bapak-ibunya :-)
 
Pertamakali mendengar kata Himasid, entah kenapa otak saya langsung mengasosiasikannya dengan mesjid. Padahal nggak ada hubungannya sama sekali. Tapi yang jelas sebagian anggotanya adalah mahluk yang punya kewajiban untuk pergi ke mesjid. Ini adalah salah satu himpunan mahasiswa di fakultas yang kebanyakan mahasiswanya kumel dan gondrong! Entah apakah saat ini organisasi tersebut masih ada dan apakah anggotanya masih didominasi mahasiswa gurem seperti saya, itu yang saya tidak tahu pasti.
 
Dulu.. dulu sekali, di situlah saya banyak mendapat banyak 'ilmu' tambahan yang tidak saya dapatkan di ruang kuliah. Belajar mengenal watak aneka ragam manusia sekaligus seni menghadapinya. Belajar menjalin kebersamaan yang kadang-kadang dibumbui dengan intrik, percekcokan, berantem, ledek-ledekan, saling ngejailin dsb. Lucunya, justru bumbu-bumbu itulah yang malah menjadi perekat, bahkan sampai saat ini, meski tidak semuanya masih bisa saling bekomunikasi, apalagi ketemuan. Maklum, banyak orang sibuk :-)
 
Kalau ingat masa-masa itu, ingin rasanya punya semacam 'time-tunnel' atau apa pun namanya, untuk sekali-sekali menyambangi masa lalu. Ada hal-hal yang tidak bisa ditukar dengan uang, terutama jika itu sudah menyangkut soal perasaan. Apalagi uang untuk menukarnya juga memang nggak ada :D. Mau rasanya sesekali merasakan kembali nikmatnya nongkrong di gerbang 'perpus', atau 'break-lunch' alias 'brunch' (makan pagi disatuin dengan makan siang, mengingat jatah uang makan yang cekak) di warung Bu Tunduh. Atau sesekali 'merampok' kos-kosan temen. Numpang tidur plus makan beberapa kali!
 
Yang paling sering adalah nongkrong di Jalan Tikukur (depan C-59), karena strategis, tidak jauh dari 'pesantren', dan ada dua rumah temen yang bisa 'dirampok'. Lagian bisa sekalian cuci mata, karena biasanya banyak mahasiswi yang belanja kaos di C-59. Kalau laper, bisa beli lotek-nya Niar, sambil teriak' "Urang mah moal disanguan ah, wareg!" padahal dua centong nasi sudah nangkring di piring :-) Perut kenyang, mata bersih, diterusin acara nyanyi-nyanyi...
 
Tahun kedua, 'diasingkan' ke Jatinangor. Benar-benar seperti orang buangan, karena saat itu Jatinangor masih belantara, 'hutan tutupan', dan sejenisnya. Untuk makan saja, harus turun (jalan kaki) sejauh -+ 1 km, soalnya saat itu baru ada satu kantin, itu pun di bawah. Kalau sore, apalagi malam, sepi.. dan gelap. Tapi, kalau dibanding-banding, rasanya lebih nyaman saat itu (terlepas dari soal susahnya cari warung makan) dibanding sekarang. Nggak kebayang kalau harus tinggal di Jatinangor saat ini, terlalu bising, dan tidak cocok untuk belajar (BELAJAR?!! HA..HA..HA...)
 
Untuk kegiatan yang rada formal, angkatan 90 pernah bikin 2 'gebrakan'. Yang pertama PSBI (kepanjangannya lupa), semacam acara jual tampang menyambut mahasiswa baru. Ngeceng terselubung, bari jeung teu payu-payu! Dibikin seru, ada resital piano klasik (halo Bu Prita), gitar klasik, malah pake paduan suara dadakan segala :-) Hanya setelah itu tidak ada lagi paduan suara. Katanya anak-anak pada kapok, waktu latihan dibentak-bentak terus! Maaf, pelatihnya lagi kumat darah tingginya..
 
'Gebrakan' kedua sebenarnya acara anak-anak 91, tapi 'didukung penuh' angkatan 90. Kunjungan ke Panti Asuhan. Padahal, H-1 masih belum ada uang sama sekali untuk disumbangkan. Jadi semua harus kerja bakti ekstra keras, nyari donatur yang mau ikutan nyumbang. Saya sampai menebalkan muka  ngejar-ngejar dosen yang ternyata pelit-pelit untuk urusan sumbang-menyumbang. Sore harinya, ternyata uang hasil mengemis rame-rame itu lumayan juga. Nggak malu-maluin waktu dikasihin ke PA.
 
Itu kali pertama saya ketemu langsung dengan anak-anak PA. Ada sesuatu yang entah apa, semacam sensasi yang terasa jauh di lubuk hati yang paling dalam. Bagaimana anak-anak yatim piatu yang masih kecil-kecil, begitu haus perhatian, begitu haus kasih sayang, yang seharusnya mereka dapatkan dari orang tua mereka. Sumpah, kalau nggak inget rambut gondrong, mau rasanya menangis saat itu juga..
 
Eh, kalau nggak salah ada anak PA (ini udah gede, gadis, cakep) yang kecantol juga dengan anak 91. Sayangnya, si 'kakak panitia' ini jual mahal, atau jangan-jangan malah nggak tahu barang bagus, tulang bagus (kata Kho Ping Hoo). Jadinya, yaa.. gitu deh.. Kesian ya? Padahal mah ka Aa we atuh Neng..
 
***
 
'Time flies like an arrow', kata orang bijak. Semua berlalu begitu cepat. Dan memang justru karena cepat itulah maka kenangan jadi terasa indah. Keindahan akan terasa indah ketika dinikmati pada saat yang berbeda, pada saat semua itu sudah berlalu dan mengendap di salah satu bagian 'sel kelabu' kita (kata Poirot). Soalnya, pada saat peristiwanya sedang terjadi, kadang-kadang semua terasa biasa saja. Bahkan seringkali malah menyebalkan...
 
Himasid hanyalah satu kata yang menjadi trigger, jadi pemicu, yang membuka file-file memori di otak saya, dan menampilkan berbagai cuplikan cerita lama. Sekalian 'defragmentasi', supaya file-nya lebih teratur dan yang nggak terlalu penting, dibuang saja. Ini adalah salah salah satu cara sederhana saya untuk memanjakan diri sendiri. Konon, menikmati kenangan masa lalu adalah salah satu terapi anti stress. Kalau Anda mau coba, silakan pakai file memori Anda sendiri, jangan yang ini, karena saya saya nggak berani jamin kalau file memori saya nggak ada virusnya!
 
PS: Untuk anak (atau Bapak/Ibu) Himasid 90 yang kebetulan nemu tulisan ini, trus mau ikutan milisnya, mangga klik di sini!
 
 


Saatnya mendapatkan hak kita. Surfing dibayar. Referring temen juga dibayar. Daftar GRATIS! Di Agloco, nggak ada biaya tersembunyi. 100% GRATIS!!

2 Comments:

At 1/26/2007 10:12:00 am, Anonymous Anonymous said...

gak himaho aja pak = himpunan mhs harapan orang tua :-)l

 
At 1/26/2007 03:03:00 pm, Anonymous Anonymous said...

'Ntar diusulin :D

 

Post a Comment

<< Home