BUKA MULUT: MUDIK YANG MELELAHKAN

Close

 

Jangan Lupa

DAFTAR AGLOCO DI SINI!

Download Gratis!

FREE AGLOCO EBOOK di SINI!

October 05, 2008

MUDIK YANG MELELAHKAN

Siapa pun tak bisa menyangkal, lebaran atau hari raya Idul Fitri adalah moment istimewa, khususnya bagi umat Islam. Saking istimewanya, sesibuk apa pun aktivitas seseorang, dia akan menyempatkan diri untuk berkumpul bersama keluarga di kampung halaman. Aktivitas pulang kampung menjelang lebaran inilah yang populer dengan sebutan mudik.
 
Tak ada yang salah dengan mudik. Sekedar ekspresi keriaan yang dilakukan setahun sekali, setelah terkungkung dalam kesibukan pekerjaan yang seakan tak ada habisnya. Maka, libur lebaran benar-benar dimanfaatkan untuk menata kembali hubungan sosial kekeluargaan yang sekian lama terabaikan.
 
Masalahnya adalah, aktivitas mudik ini dilakukan serempak dan melibatkan sekian ratus juta penduduk Indonesia yang mayoritas merayakan lebaran. Maka, muncullah berbagai masalah - kalau saya boleh menyebutnya demikian - mulai dari soal kemacetan, energi yang terkuras, hingga besarnya jumlah rupiah yang harus dibelanjakan dalam aktivitas mudik ini.
 
Pergerakan arus manusia secara besar-besaran dari kota-kota besar menuju kampung halaman secara bersamaan tak pelak lagi menimbulkan kemacetan di banyak tempat. Kondisi ini diperparah dengan tidak seimbangnya jumlah kendaraan dengan ruas jalan, gara-gara tidak adanya kontrol pemerintah soal kepemilikan kendaraan. Lihatlah betapa mudahnya orang memiliki kendaraan (mobil, sepeda motor) di Indonesia, jauh berbeda dibanding negara-negara lain yang sangat ketat dalam hal kepemilikan kendaraan.
 
Pertimbangan memiliki kendaraan saat ini lebih banyak didasarkan pada soal prestise ketimbang soal fungsi penunjang aktivitas. Belum lagi soal polusi gas buang kendaraan bermotor yang belakangan semakin menggila, bahkan sampai ke pelosok pedesaan yang dulu boleh dikatakan bebas polusi. Polusi suara? Mungkin sama sekali tidak pernah terpikirkan.
 
Kemacetan, apalagi di saat mudik, sudah pasti mengakibatkan extra cost yang sangat besar. Pada H+3 saja kemacetan sepanjang 8 kilometer terjadi di salah satu titik rawan kemacetan arus balik, Nagreg. Bisa dipastikan bahan bakar yang dihabiskan jauh lebih besar dibandingkan kondisi biasa. Belum lagi kelelahan mental yang dialami pengemudi kendaraan dan penumpangnya, termasuk kerugian waktu yang jika dirupiahkan pasti akan mencapai jumlah yang sangat fantastis.
 
Kemacetan memang bukan hanya pada saat mudik, terutama di kota-kota besar. Barangkali sudah saatnya pemerintah mulai memikirkan hal ini secara serius. Harus segera dicari solusi dan penanganan yang menyeluruh dan tidak hanya bersifat parsial, seperti yang terjadi selama ini. Ketika Jalan tol Cipularang difungsikan misalnya, yang terjadi hanyalah pemindahan kemacetan dari Jakarta ke Bandung, karena penanganannya hanya bersifat parsial. Mungkin, seperti yang sudah saya singgung di atas, perlu dipikirkan juga soal pengendalian kepemilikan kendaraan bermotor, plus berbagai kebijakan lain yang melibatkan multi disiplin keilmuan.
 
Percayalah bahwa tidak ada masalah yang tidak disertai dengan jalan keluarnya, sepanjang ada kemauan dan niat untuk memperbaikinya. Semua pihak harus terlibat dalam mencari solusi terbaik, termasuk warga masyarakat, agar menghasilkan kebijakan yang menguntungkan semua pihak dan bukannya memperparah kondisi yang sudah ada. Jika ini dilakukan dengan serius dan penuh rasa tanggung jawab, kita masih boleh berharap bahwa aktivitas mudik di masa mendatang akan lebih menyenangkan. Mudah-mudahan.


Saatnya mendapatkan hak kita. Surfing dibayar. Referring temen juga dibayar. Daftar GRATIS! Di Agloco, nggak ada biaya tersembunyi. 100% GRATIS!!

1 Comments:

At 10/06/2008 09:48:00 am, Anonymous Anonymous said...

Terimakasih. Sayangnya account saya untuk blog ini pernah di-hack, jadi saya nggak bisa login lagi :-(

 

Post a Comment

<< Home